Arak-Arakan Gunungan Hasil Bumi

Potret Ruwat Bumi: Gotong Royong Satukan Kerukunan Warga Desa Nagasari

Menyemai Kerukunan dalam Tradisi Resik Makam saat Jumat Kliwon di Desa Nagasari

Puluhan warga Desa Nagasari, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara melakukan resik makam bertepatan dengan Jumat Kliwon, Jumat (12/7/2024). Setelah resik makam, mereka memanjatkan doa bersama dan selametan.

Kamis, 24 April 2025

simulasi bencana pemdes desa nagasari

 


Rabu, 31 Juli 2024

SEJARAH DESA NAGASARI

 Sejarah Desa Nagasari


Editor: Rifki Afifan Pridiasto



    Pada zaman dahulu, ada seorang demang (kepala distrik yang memiliki kedudukan di bawah kepala desa) bersama pengikutnya yang datang dari wilayang Karangkobar, Banjarnegara tengah melakukan kegiatan supervisi. Perjalanan jauh membuat mereka lelah. Mereka melepas penat dengan beristirahat di bawah pohon yang dinamai pohon Nagasari. Setelah dirasa cukup, mereka melanjutkan perjalanan.
    
    Saat Pak Demang (orang yang memimpin rombongan) hendak melanjutkan perjalanan, beberapa pengikutnya berkeinginan untuk tetap tinggal di daerah itu. Dengan kerendahan hatinya, Pak Demang pun mengizinkan mereka untuk tetap tinggal. Beliau berpesan, suatu saat jika daerah ini berkembang, jadikanlah sebuah desa. Tak sampai di situ, Pak Demang menuturkan agar memberi nama desa tersebut 'Nagasari'.

    Di sisi lain, Pak Demang bersama rombongan yang memilih meninggalkan daerah itu melanjutkan perjalanan menuju selatan. Perjalanan sempat mengalami kebuntuan. Among laku (penunjuk arah perjalanan) tersesat di tengah perjalanan karena terhalang hutan dan gunung yang sukar dilewati. Untuk mengenang peristiwa tersesatnya among laku, daerah tersebut diberi nama 'Ponggok', yang berarti terhalang atau dalam bahasa Jawa 'keponggok'. Among laku berpesan jika di suatu hari daerah itu berkembang menjadi sebuah perkampungan agar diberi nama 'Dukuh Ponggok'.

    Kebuntuan berhasil terpecahkan saat mereka mendapati wilayah yang sudah dihuni warga. Mereka bermaksud untuk beristirahat sejenak menghilangkan lelah akibat jauhnya jarak perjalanan yang telah ditempuh. Saat beristirahat, tetiba terlintas di benak, mereka merasa ragu, bimbang, dan kurang enak hati. Dalam pikirannya, mereka menimbang keuntungan untuk lanjut atau tetap tinggal di daerah tersebut. Peristiwa ini dikenang dengan diberinya nama 'Dukuh Timbang', yang berarti tempat menimbang-nimbang saat mereka menentukan pilihan. pada daerah itu. 

    Pada akhirnya, 'Nagasari', 'Ponggok', dan 'Timbang' disatukan menjadi 'Desa Nagasari'. Kemudian ditunjulkah sesepuh desa menjadi seorang pemimpin (lurah desa). Awal terbentuknya Desa Nagasari terpusat di daerah Nagasari, tempat awal para rombongan Pak Demang yang memilih tinggal saat beristirahat di bawah pohon Nagasari.










Kamis, 18 Juli 2024

Menyemai Kerukunan dalam Tradisi Resik Makam saat Jumat Kliwon di Desa Nagasari


Menyemai Kerukunan dalam Tradisi Resik Makam saat Jumat Kliwon di Desa Nagasari 





Dua warga Desa Nagasari saat berdoa di makam setelah melakukan resik (bersih-bersih) makam. (Foto: Rifki Afifan Pridiasto)


Puluhan warga Desa Nagasari, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara melakukan resik makam bertepatan dengan Jumat Kliwon, Jumat (12/7/2024). Setelah resik makam, mereka memanjatkan doa bersama dan selametan.

Resik makam yang berarti membersihkan makam ini telah rutin dilaksanakan warga Desa Nagasari setiap bertepatan dengan Jumat Kliwon. Berdasarkan penanggalan Jawa, tradisi resik makam digelar setiap 35 hari sekali.

"Resik makam ini digelar ngepasi Jumat Kliwon, berarti setiap 35 hari sekali, ini memang sudah rutin jadi bukan karena bertepatan dengan datangnya Bulan Suro," ungkap Amin Fatah, warga Desa Nagasari.

Tradisi resik makam di Desa Nagasari rutin digelar untuk mempererat tali silaturahmi warga desa. 

"Gotong royong membersihkan makam otomatis warga desa pada ngumpul, kami membersihkannya bareng-bareng. Jadi rasa kekeluargaan pasti akan semakin terpupuk," tambah Amin.
Beberapa warga desa saat membersihkan makam dengan cangkulnya.


Adapun rangkaian kegiatan resik malam meliputi membersihkan makam, berdoa bersama, dan selametan dengan menyantap hidangan yang telah disajikan warga.

"Acaranya yang pertama bersih-bersih makam, terus didoakan untuk para arwah, terakhir ditutup dengan selametan, nanti kita makan hidangan yang sudah disediakan warga, sederhana namun sangat bermakna," pungkas Amin.

 Para peserta KKN Unsoed periode Juli-Agustus 2024 yang turut serta membantu resik makam merasakan tingginya toleransi dan kebersamaan di acara ini.

"Mereka berkumpul, bersih-bersih makam, terus berdoa, diakhiri selametan makan bersama, guyub rukunnya kerasa banget," ucap Adam, Kormades KKN Unsoed Desa Nagasari. 

Para peserta KKN Unsoed periode Juli-Agustus 2024 saat melakukan resik makam.






Potret Persiapan Personel Kuda Lumping Desa Nagasari

 

Potret Persiapan Puluhan Penari Kuda Lumping Desa Nagasari

 

    Puluhan penari Kuda Lumping tengah bersiap sebelum tampil di acara puncak Ruwat Bumi di Desa Nagasari, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, Minggu (14/7/2024). Mereka merias wajah secara mandiri dan saling membantu memasangkan atribut rekan satu timnya. (Foto: Rifki Afifan Pridiasto)


GALERI FOTO


Sebanyak 12 penari kuda lumping tampil di acara puncak Ruwat Bumi Desa Nagasari.


Dua penari saat merias wajahnya secara mandiri. Usia penari termuda 15 tahun sedangkan yang paling senior 41 tahun.


Mereka membuat pola menggunakan make-up saat merias wajah.

Yang membedakan dengan kuda lumping daerah lain, di Banjarnegara memiliki kostum khas ciptaan daerah mereka sendiri. 


Seorang penari tengah fokus saat melakukan rias wajah. Mayoritas dari mereka memiliki 'indang harimau'. Ketika kesurupan, mereka berkamuflase menjadi seekor harimau.







Tradisi Ruwat Bumi Desa Nagasari


Tradisi Ruwat Bumi Desa Nagasari

Warga Desa Nagasari saat gotong royong memikul gunungan hasil bumi. (Foto: Rifki Afifan Pridiasto)

Banjarnegara - Puluhan masyarakat Desa Nagasari, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara bergotong-royong memikul gunungan hasil bumi pada tradisi Ruwat Bumi, Minggu (14/7/2024). Tradisi Ruwat Bumi digelar dalam rangka memperingati Bulan Suro (Muharram) atau bertepatan dengan tahun baru Islam. 

Tradisi ruwat bumi ini telah turun temurun dilaksanakan di Desa Nagasari sebagai tanda rasa syukur masyarakat desa atas limpahan hasil bumi yang diberikan oleh Sang Kuasa. Mereka juga mengharapkan keselamatan dan kesejahteraan pada hasil bumi agar hasil panen terus melimpah. 

"Di sini ruwat bumi memang sudah turun temurun berjalan sejak dulu. Kami melanjutkan budaya yang sudah ada. Mayoritas warga Nagasari menggantungkan hasil bumi berupa pertanian dan perkebunan salak sebagai sumber pendapatan mereka. Sebagai bentuk rasa syukur, kami mengadakan ruwat bumi untuk Sang Kuasa, berharap selalu diberikan kesejahteraan pada hasil bumi desa," jelas terang Safrudin, Kepala Desa Nagasari saat menyampaikan sambutan pembukaan acara Ruwat Bumi, Minggu (14/7/2024).
                                 Para pemuda Desa Nagasari memakai baju adat Jawa saat hendak mengarak gunungan. (Foto: Rifki Afifan Pridiasto)


Tradisi ini sering kali melibatkan berbagai ritual, seperti sesaji, doa-doa, dan pementasan wayang atau tarian tradisional.

"Kita bawa gunungan hasil bumi dan beberapa sesaji yang nantinya diletakkan di tempat petilasan, di Wates, daerah Gunung Sewu. Nanti di sana kita memanjatkan doa pada Tuhan dan memohon restu para leluhur Desa Nagasari. Siang hari nanti ada Tari Lengger di depan rumah kadus 1. Penutupannya malam hari ada kesenian tari kuda lumping di tempat yang sama (depan rumah kadus)," tambah Safrudin.


Setelah didoakan, sesaji dan gunungan hasil bumi kembali dibawa ke rumah kadus 1 untuk direbutkan oleh masyarakat. Mereka berebut hasil bumi seperti padi, salak, sayuran, dan sebagainya. 

"Seru banget liat antusias masyarakat Desa Nagasari, mulai dari semangat gotong royong bawa gunungan yang berat itu, sampe tadi pas berebut gunungannya juga kondusif," ujar Sisca, salah satu mahasiswa KKN Unsoed yang turut menyaksikan tradisi Ruwat Bumi di Desa Nagasari.

Acara Ruwat Bumi di sesi pagi ditutup dengan 'selametan', dimana warga Desa Nagasari dikumpulkan untuk makan bersama di halaman rumah kadus 1, kediaman Bapak Darno.

"Tujuan kami mengumpulkan warga Desa Nagasari dari dusun 1 sampai 4 tidak lain untuk mempererat kerukunan dan tali silaturahmi, kelestarian budaya lah yang menyatukan kami," tandas Safrudin.


                                               Puluhan warga Desa Nagasari saat mengarak gunungan hasil bumi. (Foto: Rifki Afifan Pridiasto)